Jumat, 19 Februari 2016

Benarkah Pengorbanan Cinta? Atau Justru Cinta Buta?

Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah status yang dishare oleh teman di facebook, gak kenal sih, tapi statusnya membuat pikiran saya tidak bisa diam  untuk ikut mengemukakan pendapat saya mengenai hal itu (yah, sepertinya saya yang biasanya).

Jadi di status itu ada seorang pemuda yang menceritakan kisahnya dengan sang istri yang dinikahinya. Katanya sih gak pacaran. Tapi siapa tahu kan hubungan mereka sebenarnya seperti apa? Ditambah lagi dengan pertanyaan awal dia mengenal istrinya itu ketika berada di sebuah pesantren beberapa waktu sebelumnya, lalu ber-long distance relationship. Ditulis juga di sana bahwa selama mereka berhubungan tidak pernah mengatakan kata “cinta/sayang”. Berarti mereka sudah menjalin hubungan cinta sejak lama dong. Karena mereka gak mau dibilang “pacaran”, baiklah kita sebut saja hubungan mereka dengan “hubungan perasaan”. Setuju ya (maksa dikit).

What the really matter is?  Menurut saya, hubungan perasaan bukan sekedar mengenai kata cinta yang pernah terucap atau tidak. Kalau SMS-an/BBM-an/sejenisnya tanpa kata cinta pun dengan membahas masalah yang sebenarnya tidak penting antara laki-laki perempuan itu sebenarnya sudah termasuk nyepi. Iya kan? (Atau mungkin saya salah mengartikan tentang “nyepi”?) Oke. intinya begitu. Ungkapan cinta tidak harus diucapkan secara eksplisit, tapi juga implisit, misalnya: “aku ingin kamu menjadi ibu dari anak-anakku, aku ingin kamu selalu menungguku sepulang kerja di rumah kita kelak, aku tak bisa hidup tanpamu, eaaa dan seterusnya. . .masihh ada banyak ungkapan cinta yang implisit seperti itu

Saya di sini bukan mau berspekulasi tentang jalannya “hubungan perasaan” mereka yang disebut-sebut tidak melanggar aturan agama Islam (dalam koridor syar’i seperti yang dijadikan caption teman facebook saya waktu men-share status tersebut) . I don’t care. Saya sendiri (tanpa kemunafikan ingin mengatakan) pernah berhubungan perasaan (biar sama kayak dia, gak mau dibilang pacaran :P )

Yang saya soroti adalah dari status itu disebutkan bahwa si perempuan melakukan “pengorbanan cinta”. Oke, tak masalah jika menyebutnya begitu, itu status yang nulis dia. Kalau menurut saya itu bukan pengorbanan cinta tapi CINTA yang sedikit BUTA. Bagaimana bisa dia yang katanya berhasil masuk universitas lewat jalur prestasi dan sudah bayar uang jutaan sebagai uang masuk kemudian direlakan begitu saja hanya untuk menikah dengan laki-laki itu?

Aku tidak terlalu memusingkan keputusan menikahnya, tapi aku hanya menduga-duga tentang perasaan orang tuanya. Uang “juta-juta” yang dimaksud mungkin tak ada artinya jika mereka berasal dari keluarga kaya raya.

Tapi bagaimanapun juga, kalau orang tua sudah membayar uang begitu banyak (menurut saya uang berjuta-juta itu banyak, maklum saya belum jadi orang kaya, sekolah aja pakai beasiswa -_-) pasti orang tua itu memiliki harapan yang besar terhadap pendidikan putri tercintanya (mungkin saja, ini hanya pendapat saya, ini blog saya,  terserah saya mau nulis apa saja, kalau gak suka silakan nulis status bandingan di sosial media kalian, haha).

Kalau saya jadi orangtua dan saya punya putri yang cantik sehinga para laki-laki ingin meminangnya, dan putri saya pintar sehingga bisa masuk universitas jalur prestasi, saya sedikit banyak akan kecewa kalau biaya masuk yang sudah saya bayarkan dibuang begitu saja karena dia ingin menikah.

“Sudah hasil istikharah”, oke saya tidak banyak membahas tentang itu, itu adalah hubungan dengan Allah. Saya hanya membahas menurut hemat saya. bukankan seorang mahasiswa (asal dia tidak terikat beasiswa, sekolah ikatan dinas, dan semacamnya) dia diperbolehkan untuk menikah? ya gak? saya tahu benar mengenai hal itu, Daripada “pengorbanan cinta” kenapa gak milih “berjuang bersama”? Setidaknya gak perlu menghamburkan uang “berjuta-juta” sebagai pengorabnan cinta. Dan dengan ilmu yang dia miliki jika dia meneruskan sekolah, dia bisa menjadi ibu yang lebih baik untuk anak-anaknya kelak.

“Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya.” Maka dia harus cerdas dan bijak. Dan menurut saya, keputusan memilih cinta yang terburu-buru daripada pendidikan itu bukan keputusan yang bijak. (Saya tekankan, ini blog saya, terserah saya mau menulis apa, kalau gak setuju silakan nulis status bandingan)

Sekolah bukan hanya tempat kalian mendapat ijazah, sekolah adalah tempat kalian mendapatkan ilmu dan kedewasaan, Kematangan proses berpikir dan kebijaksanan dalam bertindak.” (ini asli kata-kata gue sendiri ya, gak ngutip orang :P )

~Sekian~

Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar