#Repost dari akhi As-saif Maulana
Surat untuk saudaraku...
Apa yang ditulis dari hati, walau sederhana pasti kan sampai pada hati.
Dan apa yang ditulis dari emosi, meski disampaikan dengan retorika tingkat tinggi, tetap tak kan menyentuh walau sehelai daun nurani.
Saudaraku,
Andai kebenaran yang sama-sama sedang kita cari, niscaya hati kita kan terbebas dari iri dan dengki.
Saudaraku,
Andai kebenaran yang sama-sama kita inginkan dan kita perjuangkan, niscaya tak kan ada kata-kata kasar yang tak pantas lagi memojokan.
Saudaraku,
Andai kebenaran yang sama-sama menjadi tujuan kita, niscaya tak kan ada kata-kata yang menggoreskan luka.
Kau adalah saudaraku meski berbeda pendapat denganku,
Perbedaan antara kita bukan karna kau dan aku tak lagi sama dalam menginginkan kebaikan,
Tapi karna informasi yang sedang kita dapatkan berbeda,
Meski saat ini kau berbeda pendapat denganku,
Tanpa ragu, ku yakin, kebaikanlah yang sedang engkau inginkan,
Aku yakin kau pun percaya bahwa yang sedang ku selisihi darimu, adalah demi kebaikan yang ku inginkan,
Maka perlahanlah kala berdiskusi denganku, lembutkanlah kata-katamu kala mendebatku,
Karna aku adalah saudaramu seislam, bukan musuhmu,
Saudaraku,
Jika engkau yakin bahwa kebenaran ada pada pihakmu, lalu kau lihat aku berada di pihak yang salah menurutmu, maka yakinkan aku dengan hikmah, bukan dengan arogansimu, bukan dengan kata-kata kasarmu, karna itu hanya akan menjauhkanku dari sesuatu yang kau anggap itu benar,
Saudaraku,
Andai semua bukti yang kau beberkan padaku tak membuatku berubah, dan itu karna aku mempunyai alasan, dan kau belum puas dengan jawabanku, maka jangan caci aku, jangan kau tahdzir aku, dan jangan menyangkaku bahwa aku lebih menuruti hawa nafsuku, menyangkaku lebih cinta terhadap dunia, ku mohon jangan, namun tadahkanlah tanganmu pada Rabbmu, dan mengibalah padaNya sambil meminta ‘Ya Rabb,,, Ampuni saudaraku, karna ia tak tau…’
Jika sang Rasul -saw- saja mendoakan kaumnya agar mendapatkan hidayah, yang kala itu kaumnya telah jelas-jelas mengkufurinya, yang kala itu kaumnya melemparinya dengan batu dan kotoran, sedang bibir mulianya bergumam, tangannya menengadah, dan dadanya bergemuruh sambil berkata ‘Ya Rabb,,, Ampuni kaumku, karna mereka tak tau..’
Lantas apa yang menghalangimu untuk meneladaninya? apakah kau akan mentahdzirku hanya karna aku berbeda pandangan denganmu? Apakah aku melemparmu dengan batu? Mengotorimu dengan kotoran? Atau aku -menurutmu- telah kufur dengan apa yang dibawa oleh Nabi semesta alam?, Astaghfirullah…
Saudaraku,
Andai kau yakin kebenaran ada di pihakmu, berapa kali kau sebut namaku dalam sujudmu agar aku ikut dalam barisanmu? Berapa kali kau ingat aku dalam doamu?, bukan kah kau ingat bahwa hidayah bukan datang dari mulutmu? Kau hanya menyampaikan, sedang Allahlah yang membukakan.
Saudaraku,
Tak cukupkah shalat 5 waktuku meyakinkanmu bahwa aku masih saudaramu?, Tak cukupkah dahiku yang basah karna wudhu meyakinkanmu bahwa aku masih layak mendapatkan akhlaq terbaikmu?,
Di zaman penuh fitnah ini, kau maupun aku tak layak untuk menklaim kebenaran hanya ada di pihak kita masing-masing, karna kau dan aku bukan nabi yang mendapat langsung kabar dari langit, di dunia inilah kita berusaha mencari kebenaran, mencari jalan terbaik menuju ridhoNya, hingga saat ini kita berbeda, kitalah yang berusaha, dan Allah akan menghakimi di akhirat kelak.
Akupun hanya menyampaikan, hanya Allah lah yang membukakan.
Allahummahdinaa shirathal mustaqiim.
Aku masih saudaramu, meski berbeda pendapat denganmu.
Jika engkau yakin bahwa kebenaran ada pada pihakmu, lalu kau lihat aku berada di pihak yang salah menurutmu, maka yakinkan aku dengan hikmah, bukan dengan arogansimu, bukan dengan kata-kata kasarmu, karna itu hanya akan menjauhkanku dari sesuatu yang kau anggap itu benar,
Saudaraku,
Andai semua bukti yang kau beberkan padaku tak membuatku berubah, dan itu karna aku mempunyai alasan, dan kau belum puas dengan jawabanku, maka jangan caci aku, jangan kau tahdzir aku, dan jangan menyangkaku bahwa aku lebih menuruti hawa nafsuku, menyangkaku lebih cinta terhadap dunia, ku mohon jangan, namun tadahkanlah tanganmu pada Rabbmu, dan mengibalah padaNya sambil meminta ‘Ya Rabb,,, Ampuni saudaraku, karna ia tak tau…’
Jika sang Rasul -saw- saja mendoakan kaumnya agar mendapatkan hidayah, yang kala itu kaumnya telah jelas-jelas mengkufurinya, yang kala itu kaumnya melemparinya dengan batu dan kotoran, sedang bibir mulianya bergumam, tangannya menengadah, dan dadanya bergemuruh sambil berkata ‘Ya Rabb,,, Ampuni kaumku, karna mereka tak tau..’
Lantas apa yang menghalangimu untuk meneladaninya? apakah kau akan mentahdzirku hanya karna aku berbeda pandangan denganmu? Apakah aku melemparmu dengan batu? Mengotorimu dengan kotoran? Atau aku -menurutmu- telah kufur dengan apa yang dibawa oleh Nabi semesta alam?, Astaghfirullah…
Saudaraku,
Andai kau yakin kebenaran ada di pihakmu, berapa kali kau sebut namaku dalam sujudmu agar aku ikut dalam barisanmu? Berapa kali kau ingat aku dalam doamu?, bukan kah kau ingat bahwa hidayah bukan datang dari mulutmu? Kau hanya menyampaikan, sedang Allahlah yang membukakan.
Saudaraku,
Tak cukupkah shalat 5 waktuku meyakinkanmu bahwa aku masih saudaramu?, Tak cukupkah dahiku yang basah karna wudhu meyakinkanmu bahwa aku masih layak mendapatkan akhlaq terbaikmu?,
Di zaman penuh fitnah ini, kau maupun aku tak layak untuk menklaim kebenaran hanya ada di pihak kita masing-masing, karna kau dan aku bukan nabi yang mendapat langsung kabar dari langit, di dunia inilah kita berusaha mencari kebenaran, mencari jalan terbaik menuju ridhoNya, hingga saat ini kita berbeda, kitalah yang berusaha, dan Allah akan menghakimi di akhirat kelak.
Akupun hanya menyampaikan, hanya Allah lah yang membukakan.
Allahummahdinaa shirathal mustaqiim.
Aku masih saudaramu, meski berbeda pendapat denganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar